13 September 2022

2.2 MEMIRSA DAN MEMBACA TEKS ANEKDOT: MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SMA KELAS X KURIKULUM MERDEKA

 



Tujuan

1.      Mengevaluasi dan mengintepretasi informasi dalam teks anekdot

2.      Membandingkan informasi berbagai teks

 

Sebagai teks yang  berisi  fenomena  sosial  yang  benar-benar  terjadi di masyarakat, anekdot tidak dapat lepas dari keakuratan sumber informasi atau fenomena  yang  diangkat.  Kalian  harus  memiliki sumber informasi yang memadai agar dapat menentukan apakah informasi yang disampaikan berupa fakta, opini, atau asumsi. Dengan membandingkan beberapa informasi yang  kalian  dapatkan,  kalian dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan bertanggung jawab saat menyampaikan kritik.

Kita dapat memulainya dengan menganalisis fakta dan opini yang terdapat pada teks anekdot atau teks lain yang mengandung kritik sosial dengan sumber lain yang mendukungnya. Fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi, sedangkan opini adalah pendapat; pikiran; pendirian seseorang terhadap sesuatu dan bersifat subjektif. Kita dapat menentukan apakah informasi yang terdapat dalam teks itu fakta atau opini dengan mencari referensi data yang valid terkait informasi tersebut.

Perbedaan fakta dan opini dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel Perbedaan fakta dan opini

Fakta

Opini

Informasi ditandai dengan adanya hasil sebuah data penelitian yang dapat dipertangungjawabkan (biasanya ditunjukan dengan penggunaan bilangan statistik, tanggal dan waktu kejadian).

Informasi mengandung pendapat pribadi baik penulis maupun

Informasi bersifat umum dan diakui oleh banyak orang.

Informasi atau kalimat menggunakan kata-kata “relatif” seperti, paling, lebih, agak, sangat, tidak mungkin atau biasanya..

 

Contoh

Kalimat Fakta: RSJD DR. Arif Zainudin Surakarta saat ini menerima pasien kecanduan ponsel hampir setiap hari.

Kalimat Opini: Jadi, biar aja ponselmu mati sejenak.

 

B. Membandingkan Isi Teks

Komik

 



Berita 1

Pasien Lupa Orang Tua karena Kecanduan Ponsel

Kamis, 17 Okt 2019

Selain di Bandung Barat, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin Surakarta juga menerima pasien kecanduan ponsel. Tahun ini, jumlah pasien tersebut semakin meningkat. Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta, Aliyah Himawati, mengatakan fenomena tersebut sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. Namun belakangan, fenomena tersebut memang makin marak.

“Tiga tahun lalu ada tapi sedikit. Sejak tahun ajaran baru  ini  ada sekitar 35 anak remaja. Sehari ada 1-2 anak yang berobat,” kata Aliyah, Kamis (17/10/2019).

Kondisi gangguan kejiwaan mereka berbeda-beda. Pasien dengan kondisi yang sangat parah bahkan tidak mengakui dan menganiaya orang tuanya.

“Orang tuanya tidak dianggap. Dia bilang kalau dia itu turun dari langit. Isi pikirannya itu yang ada di gim itu, bahasanya bahasa di gim itu,” ujarnya.

Kebanyakan pasien tersebut kecanduan gim ekstrem. Mereka tidak mau makan hingga tak mau sekolah. Kalaupun sekolah, mereka ingin segera pulang untuk bermain gim.

“Ada yang niat ke sekolah itu untuk main gim. Karena di sekolah ada wifi gratis. Sedangkan di rumah sudah diputus orang tuanya,” kata Aliyah.

Penanganan pasien kecanduan ponsel ini dilakukan sesuai dengan gejalanya. Pertama, pasien harus mengakui jika dirinya kecanduan ponsel. Setelah itu, pasien diberi obat.

“Kondisi kecanduan ini membuat cairan otak atau kerja saraf tidak seimbang. Langkah farmakoterapi atau pemberian obat ini yang paling cepat bisa menyeimbangkan,” ujar dia. Kemudian pasien akan menjalani terapi perilaku. Secara berangsur, dosis obat juga diturunkan.

“Untuk pasien rawat jalan, kita evaluasi dua minggu sekali. Mereka kita beri kontrak kegiatan. Sehari ngapain saja. Sehari pegang ponsel itu hanya dua jam,” katanya.

Sebagai langkah pencegahan, dia mengimbau kepada orang tua agar menjauhkan ponsel dari anak sejak dini. Saat ini banyak orang tua yang mengenalkan ponsel terlalu dini.

(Sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4749582/ pasien-kecanduan-ponsel-di-rsj-solo-juga-bertambah-ada-yang-sampai-lupa-ortu dengan penyesuaian)

 

Berita 2

Pasien Anak Kecanduan Ponsel Bertambah di RS Jiwa Solo

Kamis : 17 Oktober 2019

Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin, Solo, Jawa Tengah, mencatat adanya kenaikan signifikan jumlah pasien kecanduan ponsel. Bahkan dalam tiga bulan terakhir sudah ada 35 pasien kecanduan ponsel yang berobat ke RSJD Solo.

Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJD dr. Arif Zainudin, Aliyah Himawati, mengatakan, dulu pasien kecanduan ponsel baru ada mungkin satu orang dalam sepekan. Sekarang, dalam satu hari bisa satu sampai dua pasien. Semuanya merupakan anak-anak usia sekolah.

“Ini kan tahun ajaran baru, baru mid semester itu sudah kira-kira ada 35 anak bahkan sampai rawat inap. Yang rawat inap kemarin ada dua anak, sekarang sudah pulang,” kata Aliyah kepada wartawan, Kamis (17/10).

Pasien yang rawat inap tersebut terdiri dari satu siswa SMP dan satu siswa SMA. Sedangkan pasien rawat jalan paling kecil usianya 10 tahun. Puluhan pasien tersebut berasal dari Solo dan sekitarnya.

Dia menyebutkan, ciri-ciri anak kecanduan ponsel biasanya orang tuanya sudah tahu si anak pegang ponsel terus. Kemudian, anak sudah tidak bisa melakukan fungsi tugasnya sebagai anak sekolah seperti sudah membolos sekolah, tidak mau sekolah, tidak mau belajar. Selain itu, anak mengalami gangguan emosi dan kesulitan tidur.

Menurutnya, dalam menangani pasien kecanduan ponsel disesuaikan dengan gejala yang muncul. Gejala bisa berbeda pada setiap anak. Misalnya, gangguan emosi dan sulit tidur diatasi terlebih dahulu.

“Ada beberapa langkah yang kami lakukan untuk mengatasi gangguan emosi itu salah satunya dengan obat farmakoterapi, setelah itu langsung masuk ke terapi perilaku,” ungkapnya.

Pada awalnya, terkadang anak merasa tidak kecanduan ponsel dan merasa baik-baik saja. Langkah pertama sebelum masuk ke terapi perilaku, lanjutnya, anak harus mengakui kalau kecanduan ponsel.

Aliyah menyatakan, proses terapi tersebut dilakukan secara berkelanjutan. Untuk farmakoterapi paling tidak dua pekan agar pasien lebih stabil. Sepekan pertama sudah bisa mulai terapi perilaku dan berlanjut paling tidak enam bulan.

“Ada daftar kontrak apa yang harus dilakukan pasien. Misalnya untuk anak yang masih sekolah jam belajar sepulang sekolah harus ngapain, kalau dulu pegang ponsel setiap waltu sekarang harus dibatasi. Pegang ponsel hanya boleh jam tertentu maksimal satu hari hanya dua, jam apapun alasannya,” tegasnya.

Aliyah menambahkan, orang tua perlu melakukan upaya dan memberi contoh untuk mencegah agar anak tidak kecanduan ponsel. Meskipun, praktiknya agak susah karena tugas-tugas sekolah terkadang memakai gawai.

Cara mencegahnya dengan menggunakan gawai hanya untuk tugas-tugas sekolah. Kemudian, pada jam-jam tertentu harusnya di keluarga tidak pegang ponsel semua. “Kalau orang tua pegang ponsel, anaknya tidak boleh ya sama saja,” ujarnya.

 

(Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pzilao430/ pasien-anak-kecanduan-ponsel-di-rs-jiwa-solo-bertambah dengan penyesuaian)

 

Identifikasi Perbandingan Informasi

Jenis Teks

Informasi yang sama  

Informasi yang berbeda

Komik

 

 

Berita 1

 

 

Berita 2

 

 

 

 

Sumber

Aulia, Tri Fadilah dan Gumilar, Sefi Indra. 2021. Cerdas Cergas Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/SMK Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

 

09 September 2022

2.1 MENYIMAK TEKS ANEKDOT: MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SMA KELAS X KURIKULUM MERDEKA

 

Tujuan

1. Mengevaluasi pesan yang disampaikan

2. Mengidentifikasi struktur teks anekdot yang dibacakan

 

A.   Pengertian anekdot

Pernahkah kalian membaca sebuah cerita lucu sekaligus mengandung kritik atas fenomena sosial yang terjadi di masyarakat? Teks seperti itu disebut dengan anekdot. Di balik humor atau kelucuan yang ditampilkan, anekdot memiliki pesan yang diharapkan dapat memberikan pelajaran kepada khalayak ramai. Oleh karena itu, isi cerita sebuah anekdot harus mengangkat tema atau masalah yang benar-benar terjadi dan dirasakan masyarakat.

B.   Pengertian lawakan tunggal (stand up comedy)

Lawakan tunggal atau komedi tunggal merupakan penyajian lawakan yang dilakukan oleh seorang diri di atas panggung. Komika, orang yang melakukan lawakan  tunggal,  menyampaikan  sebuah  topik  dengan cara bermonolog. Melalui lawakan tunggal, seorang komika berusaha mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu, baik berupa kritik sosial yang berdasarkan penelitian maupun kegelisahan diri.  Oleh karena itu, lawakan tunggal disebut juga sebagai komedi cerdas yang menyampaikan pesan bagi para pendengarnya.

 

Contoh

Liburan Kuli Bangunan

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan, saya Didi. Di sini ada kuli bangunan? Wah, berarti saya satu-satunya ya di sini. Ngomong-ngomong soal liburan, buat kebanyakan orang, liburan itu obat stres, tapi buat saya malah bikin stres. Datang liburan orang- orang sibuk nyiapin rencana mau liburan ke mana. Saya malah sibuk nyari alasan.

Anak saya minta liburan, “Pak, ingin ke Dufan.” “Nak, Jakarta banjir.”

“Ya udah Pak, ke Tangkuban Perahu.” “Nak, perahunya bocor.”

“Ah bilang aja, Bapak gak punya uang.” “Cerdas!”

Anak saya itu memang jarang liburan. Saya bawa ke tempat kerja saja, menurut dia itu tamasya. Dari pagi sampai sore, dia anteng nyusun lego, pakai batu bata. Kalau orang lain nyusun lego, anak- anak, ya jadi robot, anak saya jadi pos ronda.

Pulang ke rumah ditanya sama istri saya, “Gimana Nak, seru main sama Bapak?”

“Mantap, Mah! Pokoknya udah gede aku mau jadi kuli bangunan.” “Hey, masa perempuan jadi kuli banguan..”

“Gak apa-apa, Mah, emansipasi!”

Ya, anak saya itu memang jarang liburan, jadi dia itu norak.

Kemarin saja saya bawa ajak mandi bola, dia bawa handuk.

Istri saya langsung ngomong, “Nak, mandi bola gak usah bawa handuk, Kan udah disediain.”

Tapi bukan cuma anak saya, saya juga jarang liburan. Satu-satunya liburan saya ya di acara ini. Buat saya kompetisi ini liburan. Gimana enggak coba? Saya dapat pergi ke Jakarta, tidur di hotel, kasurnya empuk, kalau saya tidur langsung terbayang hal indah. Gak kaya di rumah. Saya ketika tidur langsung terbayang cicilan. Tapi, gara-gara itu saya sering diprotes sama anak saya.

Dia bilang gini, “Bapak curang. Tidur di hotel, makan nasi kotak, tiap hari naik lift.”

“Nak, kan Bapak di sana kerja.”

“Apa Pak? Kerja? Preet! Katanya Jakarta banjir.”

“Nak, iya banjir, makanya Bapak ke Jakarta naik tongkang.” Anak saya itu sering protes karena dia itu ingin banget ke Jakarta,

ingin tahu Dufan. Kalau orang lain, anak yang lain, ingin tahu Dufan

dibawa ke Dufan. Anak saya ingin tahu Dufan dibawa ke warnet. “Tuh Nak, Dufan, Dufan itu.”

Tapi saya jadi tahu walaupun dari warnet, ternyata banyak wahana di Dufan itu, salah satunya rumah miring. Rumah miring, ini kalau mandor saya tahu, dibongkar ini. Saya aja masang bata miring dimarahin. Ini orang dengan sadar tanpa pengaruh alkohol ngebangun rumah miring. Ini anak proyek mana yang bikin? Bikin malu komunitas.

Saya Didi. Terima kasih.

 

(Diadaptasi dari: https://www.youtube.com/watch?v=AbFyJlBTANs)

 

1.    Pesan Teks

Teks tersebut berisi pesan antara lain untuk memahami dan peduli kepada masyarakat kurang mampu. Masyarakat kurang mampu terkadang tidak bisa menikmati fasilitas rekreasi atau wisata.

2.    Struktur teks anekdot

Suatu anekdot dibentuk oleh orientasi, komplikasi, dan evaluasi.

a.     Orientasi adalah bagian anekdot yang berisi pengenalan kondisi atau karakter tokoh, penggambaran hal-hal terkait dengan apa, kapan, di mana, siapa, mengapa, bagaimana, dan gambaran tentang masalah yang akan dihadapi tokoh.

Contoh:

Perkenalkan, saya Didi. Di sini ada kuli  bangunan?  Wah,  berarti saya satu-satunya ya di sini. Ngomong-ngomong soal liburan, buat kebanyakan orang, liburan itu obat stres, tapi buat saya malah bikin stres. Datang liburan orang-orang sibuk nyiapin rencana mau liburan ke mana. Saya malah sibuk nyari alasan.

b.    Komplikasi berisi masalah yang dihadapi tokoh. Pada bagian ini, penulis menyampaikan puncak cerita yang mengundang tawa sekaligus kritikan terhadap topik yang diangkat. Bagian ini disebut juga dengan krisis dan reaksi. Krisis atau komplikasi merupakan bagian yang berisi kekonyolan yang menggelitik dan mengundang tawa. Tanggapan atau respons atas krisis yang dinyatakan sebelumnya disebut sebagai reaksi. Reaksi dapat berupa sikap mencela atau menertawakan.

 Contoh:

Anak saya minta liburan, “Pak, ingin ke Dufan.” “Nak, Jakarta banjir.”

“Ya udah Pak, ke Tangkuban Perahu.” “Nak, perahunya bocor.”

“Ah bilang aja, Bapak gak punya uang.” “Cerdas!”

c.     Evaluasi berisi komentar terhadap isi atau pesan dari fenomena yang telah diceritakan. Bagian ini disebut juga sebagai koda. Namun, bagian ini bersifat pilihan; dapat ada ataupun tidak ada.

Contoh:

Anak saya itu memang jarang liburan.

 

Sumber

Aulia, Tri Fadilah dan Gumilar, Sefi Indra. 2021. Cerdas Cergas Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/SMK Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi